Setelah menjalani kampanye Premier League yang mengecewakan musim lalu, dengan hanya mampu duduk di peringkat 8 klasemen, yang berujung kepada pemecatan Kenny Dalglish yang kemudian digantikan oleh Brendan Rodgers. Di tengah kontroversi penggantian manajer ini, banyak harapan baru kemudian bertumpu ke pundak Brendan Rodgers.
Brendan Rodgers oleh banyak kalangan, dan mungkin terutama oleh FSG (Fenway Sport Groups), dianggap merupakan pelatih visioner yang cocok untuk mengemban tugas sebagai manajer Liverpool yang baru. Brendan Rodgers diharapkan mampu memberikan angin segar dan permainan menarik di Liverpool.
Tes pertama untuk Rodgers adalah permainan tandang di markas WBA, The Hawthorns, yang berakhir sangat mengecewakan dengan kekalahan 3-0 untuk Liverpool. Rasanya masih terlalu dini untuk menilai kinerja Brendan Rodgers dan permainan Liverpool, namun jujur juga sulit untuk tidak mengindahkan hasil ini begitu saja.
Liverpool sebetulnya mengawali pertandingan cukup baik, permainan umpan-umpan pendek khas Rodgers mulai bisa diperlihatkan oleh Liverpool di babak pertama. Di lain pihak beberapa hal yang cukup menjadi perhatian di musim lalu juga masih terjadi, yaitu kurangnya kemampuan lini depan Liverpool untuk mencapai target, dan juga kurang tenangnya tim saat menguasai bola. Tim sepertinya masih terlalu tergesa-gesa dan terlalu mudah mencoba umpan silang ketika menghadapi kebuntuan di lini pertahanan WBA. Pertahanan disiplin WBA juga perlu diacungi jempol di sini, namun Liverpool sendiri juga terlalu terburu-buru dan kurang sabar untuk membongkar pertahanan WBA.
Hal yang cukup mengejutkan juga adalah permainan Gerard yang cenderung kurang memuaskan dan rasanya sedikit 'wasteful'. Gol pertama WBA tercetak berawal dari kesalahan Gerard dalam memberikan umpan yang terlalu ambisius. Dan ini terjadi beberapa kali yang cukup menjadi perhatian bila Rodgers ingin memainkan 'tiki-taka' ala Spanyol di sini.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa Liverpool tidak bisa bergantung dari Suarez seorang untuk mencetak gol. Suarez menurut hemat saya adalah pemain yang bagus untuk membantu membongkar barisan pertahanan lawan, tapi mungkin bukan tipikal goal scorer murni, apalagi diplot sebagai lone striker. Suarez butuh bantuan dari kedua sayap seperti Borini, Downing, dan juga lini tengah seperti Gerrard. Pergerakan di final third tetap menjadi pe-er untuk Liverpool.
Terlepas dari beberapa keputusan yang cukup merugikan Liverpool, terutama pinalti yang diberikan di babak kedua dan kartu merah Agger, Liverpool memang tampil kurang memuaskan. Bila tidak ada peningkatan tantangan kedua nanti menghadapi City bisa kembali menjadi malam untuk dilupakan.
id.Antasena
"The future belong for those who keep the beauty of their dreams"
(Eleanor Roosevelt)
Monday, August 20, 2012
Wednesday, February 15, 2012
Poin Penting Dua Pertemuan Terakhir Liverpool ManU
Di ajang Piala FA, Liverpool unggul 2-1 di kandang melawan ManU, dan kemudian ManU berhasil membalas dengan kemenangan 2-1 di Liga Inggris di Old Trafford pekan lalu. Ada beberapa poin menarik dalam dua pertandingan ini.
Pilihan Formasi & Kejelian Ferguson
Dalam dua kali pertemuan ini, Liverpool memilih menggunakan formasi 4-1-4-1. Meskipun secara umum formasi yang digunakan hampir sama dalam kedua pertandingan tersebut namun ada beberapa hal mendasar yang cukup berbeda, terutama dalam pilihan pemain dan pergerakan pemain. MU di lain pihak memilih menggunakan formasi mendekati 4-3-3 di ajang FA, dan kali ini memilih memainkan formasi standarnya, yaitu 4-4-1-1 dengan Rooney yang pulih dari cedera.
Dalam pertemuan pertama, Kenny Dalglish memilih menempatkan Carragher sebagai DM di dalam formasi 4-1-4-1, yang tidak efektif dan kemudian digantikan di babak kedua. Namun di pertemuan berikutnya, Kenny memilih menggunakan Jay Spearing. Ini pilihan yang wajar, karena Jay Spearing yang merupakan pemain natural untuk posisi DM, tentu merupakan opsi yang lebih baik dibandingkan Carragher.
Dalam pertemuan di piala FA, meskipun berakhir dengan kekalahan MU, namun perlu digarisbawahi bahwa secara keseluruhan MU boleh dibilang lebih menguasai jalannya permainan. Hal ini tentu juga dibaca oleh kedua pelatih, namun dengan kesimpulan dan pilihan yang berbeda. Menyadari bahwa MU cukup unggul dalam penguasaan bola di pertemuan pertama, padahal di kandang Liverpool, maka saat di Old Trafford, MU memilih memainkan formasi dasarnya 4-4-1-1, yang meskipun sangat boleh jadi karena adanya Rooney, yang cocok dalam formasi ini. Liverpool di lain pihak, memilih tetap menggunakan 4-1-4-1 dengan kembalinya Spearing.
Boleh jadi, Kenny memilih formasi 4-1-4-1 sebagai counter dari formasi 4-4-1-1 MU. Ini sebetulnya pilihan yang masuk akal, mengingat penguasaan bola dari MU yang lebih baik di pertemuan sebelumnya, dan secara teoritis 4-1-4-1 seharusnya dapat meredam 4-4-1-1, minimal di atas kertas.
Di sinilah kejelian Fergie dalam membaca lawan patut diapresiasi. Liverpool nyaris tidak memliliki gelandang bertahan lain selain Spearing yang cukup bisa diperhitungkan saat ini, tipis kemungkinan Liverpool akan memainkan lebih dari satu gelandang bertahan. Menyadari hal ini, Fergie memilih menempatkan Valencia dan Giggs sebagai gelandang sayap. Valencia seperti di pertandingan pertama ditempatkan di posisi kanan luar, nyaris selalu berada di garis kanan lapangan MU. Dan persis seperti pertandingan pertama Enrique berulangkali dibuat kerepotan oleh penempatan Valencia ini.
Namun yang lebih menarik adalah penempatan Giggs kali ini. Giggs ditempatkan di sayap kiri, namun ketika menguasai bola Giggs lebih sering beroperasi ke tengah, nyaris sejajar dengan Rooney di belakang striker. Hal ini menimbulkan situasi 2v1 yaitu Giggs+Rooney vs Spearing. Situasi ini menjadi dilematis untuk Spearing dan Liverpool. Bila Spearing menjaga Giggs, maka Rooney bebas, dan bila Enrique bermain ke dalam untuk menjaga Rooney, maka Valencia menjadi bebas. Sebaliknya juga bila Spearing menjaga Rooney, maka Giggs bebas, dan bila Johnson menjaga Giggs, maka Liverpool juga akan kehilangan satu opsi untuk menyerang ke depan, mengingat daya offensive Johnson juga diperlukan.
Di lain pihak, formasi 4-1-4-1 adalah formasi yang rigid, di mana formasi ini menuntut pergerakan yang relatif kaku dan terpola. Formasi 4-1-4-1 umumnya harus bergerak maju teratur dengan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki dari belakang. Dalam hal ini pilihan Fergie untuk "mengurung" Spearing menjadi sangat masuk akal dan pilihan yang jitu. Dengan terkurungnya Spearing, otomatis pola 4-1-4-1 juga kehilangan efektivitasnya.
Saya tidak begitu mengerti kenapa di babak kedua Kenny memilih untuk tetap memainkan formasi ini, yang jelas didominasi oleh MU. Akan lebih baik mungkin bila Gerrard diplot sedikit lebih ke belakang dalam formasi mendekati 4-2-3-1 untuk menetralisir ancaman dari Rooney dan Giggs. Dalam formasi ini Enrique juga bisa bebas mengawal Valencia.
Tidak Dimaksimalkannya Keunggulan Dalam Bola Mati & Kelemahan De Gea
Dalam pertemuan di piala FA, terutama di babak pertama, berulang kali dalam bola-bola mati pemain Liverpool selalu menekan De Gea, dan ini cukup manjur dengan satu gol yang berhasil dicetak oleh Agger. Entah kenapa di babak kedua hal ini tidak dilakukan dan juga dalam pertemuan berikutnya hal ini kembali tidak dilakukan oleh Liverpool.
Kelemahan De Gea dalam bola mati dan dalam bola-bola atas tidak dieskploitasi oleh Kenny, padahal Liverpool memiliki keunggulan dalam kedua hal tersebut. Malahan Carrol tidak dimainkan dari awal dan baru dimasukkan di pertengahan babak kedua. Padahal gol kedua Liverpool di pertemuan sebelumnya tercipta berkat kejelian dan keunggulan Carrol dalam bola-bola atas yang menciptakan peluang untuk Dirk Kuyt.
Pilihan Formasi & Kejelian Ferguson
Dalam dua kali pertemuan ini, Liverpool memilih menggunakan formasi 4-1-4-1. Meskipun secara umum formasi yang digunakan hampir sama dalam kedua pertandingan tersebut namun ada beberapa hal mendasar yang cukup berbeda, terutama dalam pilihan pemain dan pergerakan pemain. MU di lain pihak memilih menggunakan formasi mendekati 4-3-3 di ajang FA, dan kali ini memilih memainkan formasi standarnya, yaitu 4-4-1-1 dengan Rooney yang pulih dari cedera.
Dalam pertemuan pertama, Kenny Dalglish memilih menempatkan Carragher sebagai DM di dalam formasi 4-1-4-1, yang tidak efektif dan kemudian digantikan di babak kedua. Namun di pertemuan berikutnya, Kenny memilih menggunakan Jay Spearing. Ini pilihan yang wajar, karena Jay Spearing yang merupakan pemain natural untuk posisi DM, tentu merupakan opsi yang lebih baik dibandingkan Carragher.
Dalam pertemuan di piala FA, meskipun berakhir dengan kekalahan MU, namun perlu digarisbawahi bahwa secara keseluruhan MU boleh dibilang lebih menguasai jalannya permainan. Hal ini tentu juga dibaca oleh kedua pelatih, namun dengan kesimpulan dan pilihan yang berbeda. Menyadari bahwa MU cukup unggul dalam penguasaan bola di pertemuan pertama, padahal di kandang Liverpool, maka saat di Old Trafford, MU memilih memainkan formasi dasarnya 4-4-1-1, yang meskipun sangat boleh jadi karena adanya Rooney, yang cocok dalam formasi ini. Liverpool di lain pihak, memilih tetap menggunakan 4-1-4-1 dengan kembalinya Spearing.
Boleh jadi, Kenny memilih formasi 4-1-4-1 sebagai counter dari formasi 4-4-1-1 MU. Ini sebetulnya pilihan yang masuk akal, mengingat penguasaan bola dari MU yang lebih baik di pertemuan sebelumnya, dan secara teoritis 4-1-4-1 seharusnya dapat meredam 4-4-1-1, minimal di atas kertas.
Di sinilah kejelian Fergie dalam membaca lawan patut diapresiasi. Liverpool nyaris tidak memliliki gelandang bertahan lain selain Spearing yang cukup bisa diperhitungkan saat ini, tipis kemungkinan Liverpool akan memainkan lebih dari satu gelandang bertahan. Menyadari hal ini, Fergie memilih menempatkan Valencia dan Giggs sebagai gelandang sayap. Valencia seperti di pertandingan pertama ditempatkan di posisi kanan luar, nyaris selalu berada di garis kanan lapangan MU. Dan persis seperti pertandingan pertama Enrique berulangkali dibuat kerepotan oleh penempatan Valencia ini.
Namun yang lebih menarik adalah penempatan Giggs kali ini. Giggs ditempatkan di sayap kiri, namun ketika menguasai bola Giggs lebih sering beroperasi ke tengah, nyaris sejajar dengan Rooney di belakang striker. Hal ini menimbulkan situasi 2v1 yaitu Giggs+Rooney vs Spearing. Situasi ini menjadi dilematis untuk Spearing dan Liverpool. Bila Spearing menjaga Giggs, maka Rooney bebas, dan bila Enrique bermain ke dalam untuk menjaga Rooney, maka Valencia menjadi bebas. Sebaliknya juga bila Spearing menjaga Rooney, maka Giggs bebas, dan bila Johnson menjaga Giggs, maka Liverpool juga akan kehilangan satu opsi untuk menyerang ke depan, mengingat daya offensive Johnson juga diperlukan.
Di lain pihak, formasi 4-1-4-1 adalah formasi yang rigid, di mana formasi ini menuntut pergerakan yang relatif kaku dan terpola. Formasi 4-1-4-1 umumnya harus bergerak maju teratur dengan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki dari belakang. Dalam hal ini pilihan Fergie untuk "mengurung" Spearing menjadi sangat masuk akal dan pilihan yang jitu. Dengan terkurungnya Spearing, otomatis pola 4-1-4-1 juga kehilangan efektivitasnya.
Saya tidak begitu mengerti kenapa di babak kedua Kenny memilih untuk tetap memainkan formasi ini, yang jelas didominasi oleh MU. Akan lebih baik mungkin bila Gerrard diplot sedikit lebih ke belakang dalam formasi mendekati 4-2-3-1 untuk menetralisir ancaman dari Rooney dan Giggs. Dalam formasi ini Enrique juga bisa bebas mengawal Valencia.
Tidak Dimaksimalkannya Keunggulan Dalam Bola Mati & Kelemahan De Gea
Dalam pertemuan di piala FA, terutama di babak pertama, berulang kali dalam bola-bola mati pemain Liverpool selalu menekan De Gea, dan ini cukup manjur dengan satu gol yang berhasil dicetak oleh Agger. Entah kenapa di babak kedua hal ini tidak dilakukan dan juga dalam pertemuan berikutnya hal ini kembali tidak dilakukan oleh Liverpool.
Kelemahan De Gea dalam bola mati dan dalam bola-bola atas tidak dieskploitasi oleh Kenny, padahal Liverpool memiliki keunggulan dalam kedua hal tersebut. Malahan Carrol tidak dimainkan dari awal dan baru dimasukkan di pertengahan babak kedua. Padahal gol kedua Liverpool di pertemuan sebelumnya tercipta berkat kejelian dan keunggulan Carrol dalam bola-bola atas yang menciptakan peluang untuk Dirk Kuyt.
Wednesday, January 04, 2012
Poin 4 Dari 3 Pertandingan Terakhir
Dengan hasil kalah - menang - imbang dari tiga pertandingan terakhir, pekan-pekan pergantian tahun 2011-2012 ini tidak mampu dilewati dengan cukup manis oleh Liverpool. Pertandingan terakhir, dengan kekalahan 3-0 dari Manchester City terasa cukup menyesakkan, namun di lain pihak seperti dinyatakan oleh Kenny Dalglish, kekalahan ini bisa dan harus menjadi pelajaran yang berharga untuk Liverpool.
Dua hal yang bisa dipetik dari pertandingan terakhir melawan City:
Lini Depan
Hilangnya Suarez cukup terasa kali ini, menghadapi tim kuat seperti City, meskipun menguasai bola jauh lebih banyak (sekitar 65%), namun penyelesaian akhir kembali menjadi kendala. Di samping itu meskipun menguasai bola namun serangan Liverpool terlihat agak monoton dan kurang variasi. Kembalinya sang kapten, Steven Gerrard, tentunya diharapkan untuk sedikit banyak memecahkan masalah ini. Di lain pihak, pemain lain seperti Downing, Kuyt, dan Carrol perlu meningkatkan permainannya dan terutama mengembalikan kepercayaan dirinya untuk kembali mencetak gol.
Dalam hal ini saya menilai bahwa faktor kepercayaan diri para pemain ini, terutama ketiga pemain tersebut, sangat mutlak untuk bisa kembali. Saya melihat bahwa para pemain ini memiliki kemampuan hanya seringkali kurang beruntung ditambah mungkin sedikit banyak kehilangan kepercayaan dirinya yang membuat mereka tidak bisa mencetak banyak gol, mengingat banyaknya peluang yang sebetulnya tercipta (hingga saat ini Liverpool termasuk tim yang paling banyak melakukan shoot ke gawang, 18x tembakan ke gawang rata-rata dalam tiap pertandingan). Saya tidak melihat bahwa Liverpool perlu untuk membeli pemain baru di lini depan, kecuali bila dia adalah pemain muda yang bisa menjadi asset di masa depan.
Lini Tengah
Tiadanya Lucas Leiva di sektor tengah kembali terekspos, kali ini oleh Manchester City. Spearing sebenarnya cukup bagus, namun masih kurang matang terutama dalam membaca arah permainan guna menjaga daerahnya. Kali ini saya benar-benar melihat bagaimana arti penting seorang Lucas Leiva di daerah ini. Berbeda dengan masalah lini depan, bila ada dana, saya menilai bahwa lebih baik Liverpool mencari gelandang bertahan dibandingkan mencari penyerang baru. Saya merasa ini lebih mendesak dan akan juga berguna untuk jangka panjang. Alternatif lain mungkin Liverpool bisa mencoba kembali untuk menggunakan dua gelandang bertahan dalam formasi semacam 4-2-3-1 atau justru meniadakan gelandang bertahan dan memainkan pola 4-4-2 direct.
Dua hal yang bisa dipetik dari pertandingan terakhir melawan City:
Lini Depan
Hilangnya Suarez cukup terasa kali ini, menghadapi tim kuat seperti City, meskipun menguasai bola jauh lebih banyak (sekitar 65%), namun penyelesaian akhir kembali menjadi kendala. Di samping itu meskipun menguasai bola namun serangan Liverpool terlihat agak monoton dan kurang variasi. Kembalinya sang kapten, Steven Gerrard, tentunya diharapkan untuk sedikit banyak memecahkan masalah ini. Di lain pihak, pemain lain seperti Downing, Kuyt, dan Carrol perlu meningkatkan permainannya dan terutama mengembalikan kepercayaan dirinya untuk kembali mencetak gol.
Dalam hal ini saya menilai bahwa faktor kepercayaan diri para pemain ini, terutama ketiga pemain tersebut, sangat mutlak untuk bisa kembali. Saya melihat bahwa para pemain ini memiliki kemampuan hanya seringkali kurang beruntung ditambah mungkin sedikit banyak kehilangan kepercayaan dirinya yang membuat mereka tidak bisa mencetak banyak gol, mengingat banyaknya peluang yang sebetulnya tercipta (hingga saat ini Liverpool termasuk tim yang paling banyak melakukan shoot ke gawang, 18x tembakan ke gawang rata-rata dalam tiap pertandingan). Saya tidak melihat bahwa Liverpool perlu untuk membeli pemain baru di lini depan, kecuali bila dia adalah pemain muda yang bisa menjadi asset di masa depan.
Lini Tengah
Tiadanya Lucas Leiva di sektor tengah kembali terekspos, kali ini oleh Manchester City. Spearing sebenarnya cukup bagus, namun masih kurang matang terutama dalam membaca arah permainan guna menjaga daerahnya. Kali ini saya benar-benar melihat bagaimana arti penting seorang Lucas Leiva di daerah ini. Berbeda dengan masalah lini depan, bila ada dana, saya menilai bahwa lebih baik Liverpool mencari gelandang bertahan dibandingkan mencari penyerang baru. Saya merasa ini lebih mendesak dan akan juga berguna untuk jangka panjang. Alternatif lain mungkin Liverpool bisa mencoba kembali untuk menggunakan dua gelandang bertahan dalam formasi semacam 4-2-3-1 atau justru meniadakan gelandang bertahan dan memainkan pola 4-4-2 direct.
Subscribe to:
Posts (Atom)