Wednesday, September 26, 2007

Orang Miskin Dilarang Sakit


Kesengat kelabang di kota kecil seperti ini merupakan suatu pengalaman yang tidak menyenangkan. Sekitar dua bulan yang lalu saya mengalami kejadian tersebut. Bukan pengalaman yang menyenangkan, namun hal ini membuat saya melihat suatu hal yang baru bagi saya. Saya tersengat kelabang dinihari, sekitar pukul 4 pagi. Berhubung pagi sekali, saya bingung juga mau minta tolong kemana. Beruntung ada beberapa kawan dokter yang bisa saya bangunin pagi-pagi hari meski setelah ngomel-ngomel dulu (hehe, thanks ya dok buat informasinya waktu itu). Kawan saya tersebut menyarankan saya untuk ke rumah sakit untuk mendapatkan suntikan anti bisa dan anti tetanus sekedar untuk berjaga-jaga. Meskipun racun kelabang tidak terlalu berbahaya untuk orang dewasa, namun tidak ada salahnya untuk berjaga-jaga. Bisa kelabang tersebut baru akan bereaksi setelah 6 jam, sehingga memberi waktu cukup bagi saya untuk tidur lagi dan ke rumah sakit begitu pagi.

Pengalaman di rumah sakit inilah yang membuat saya sempat gemas dan prihatin. Ketika saya ke rumah sakit, begitu tahu saya kena gigit kelabang, saya segera dirujuk ke UGD oleh bagian administrasi. Lagipula dokter umumnya belum datang katanya. Belum dateng bok, padahal itu sudah pukul 9 pagi, pikir saya. Di UGD pun saya jadi harap-harap cemas melihat kondisi ruang UGD yang jauh dari standar hygienis, jangankan hygienis, bersih pun tidak. Saya jadi kuatir, jangan-jangan saya malah jadi sakit beneran setelah itu, jangan-jangan jarum suntiknya pun udah dipake berapa kali. Duh, pokoknya serem dah, segala macem pikiran negatif segera merubungi pikiran saya. Saya heran, apa tidak ada standar kebersihannya ya, padahal ini kan rumah sakit umum, tingkat daerah. Cuman rumah sakit satu-satunya sih memang dalam radius berapa puluh kilometer, tapi bukan berarti terus tidak memperhatikan kebersihan dong, mentang-mentang gak ada saingan kali ya. Dari pengalaman ini saya jadi berdoa semoga saya gak pernah sakit selama di sini.

Dari obrolan-obrolan kawan-kawan sayapun sering terdengar komentar negatif seperti: "aduh, ampun deh kalo ke rumah sakit itu, bisa tambah sakit kalee", ataupun: "ah, kalo gua sakit mendingan minta diterbangin ke kota besar deh, lebih yakin gua", dsb. Saya jadi kepikiran, lha iya kalo punya duit buat dipindah ke kota besar, lha kalo nggak gimana dong. Kok rasanya nggak adil ya. Saya bayangin kalo buat bayi-bayi yang baru lahir, anak-anak kecil, gimana dong? Anak-anak kan masa depannya masih jauh, katanya masa pertumbuhan kan yang paling penting, jadi sarana kesehatan waktu kecil kan sangat penting. Padahal kan anak-anak, siapapun itu, tidak ada yang bisa memilih dilahirkan di mana, jadi orang kaya atau orang miskin. Dari sini, karena faktor tidak bisa memilih, menurut hemat saya, setiap anak berhak untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam hal fasilitas kesehatan.

Padahal kan kenyataannya tidak seperti itu, di negara kita ini saya melihat adanya ketidaksetaraan yang cukup mencolok dalam hal fasilitas kesehatan. Sarana kesehatan di kota dan di daerah pedesaan, apalagi di luar jawa sangatlah berbeda. Meski ada sarana yang lengkap pun, belum tentu setiap orang dapat memperoleh aksesnya. Apalagi biaya obat yang tinggi, sekali berobat ke dokter, 1 lembar uang biru pun tidak cukup. Jadi orang yang tidak punya biaya, anak kecil yang orangtuanya miskin, bagaimana bisa mendapatkan sarana kesehatan yang memadai?

Jadi teringat salah satu judul buku dulu waktu masih suka maen ke ultimus: "Orang Miskin Dilarang Sakit" (eh bener gak ya judulnya, red). Kayaknya emang beneran dah, tapi musti ditambah lagi: "Orang Miskin Dilarang Sakit, apalagi yang di daerah ... "