"You ngerokok lagi?" itulah kata pertama yang meluncur dari mulut Raka ketika melihat Irene yang menunggunya di stasiun pagi hari itu.
"Lama bener sih! Kan bete nungguin kamu, mending ngerokok." sahut Irene enteng.
"Iya sori, abis keretanya tadi telat, biasalah. Tapi mbok daripada ngerokok, mending makan ato apalah? Smoke doesn't good for your health honey!" kata Raka lagi.
"Brisik ah, udah udah, masih untung aku mau ngejemput kamu disini. Bukannya seneng ketemu aku malah ngritik" sahut Irene sedikit merajuk.
"Aku hanya concern masalah kesehatanmu aja Ren, aku kan gak pengen liat nanti kamu masuk rumah sakit lagi gara-gara paru-parumu kambuh!" kata Raka sedikit tajam.
"Ya paling kan masuk rumah sakit lagi. Kamu juga belum ganti-ganti gawe. Kerjaan kamu tuh resiko kematiannya lebih tinggi daripada resiko merokok tau." jawab Irene.
Raka terhenyak, memang sedari dulu Irene selalu memintanya untuk pindah kerja. Pekerjaannya sekarang memang termasuk beresiko tinggi, tak jarang dirinya ditugaskan ke daerah-daerah terpencil untuk meneliti kemungkinan eksplorasi baru. Namanya pertambangan, ya memang resikonya dikirim ke daerah terpencil. Belum kalo pembukaan tambang baru, bukan pekerjaan yang mudah, salah sedikit nyawa taruhannya. Yang menjadi masalah, berganti pekerjaan bukanlah hal yang mudah, karena ini kan keahliannya satu-satunya. Lagipula dia memang mencintai pekerjaan ini.
"Udah gitu kamu kalo udah pergi, gak pernah ngirim kabar. Sebel. Aku kan pengen tau juga kabarmu say." sambung Irene lagi.
"Oh eh, ya sori deh, abis kan suka gak ada sinyal kalo udah di lokasi" jawab Raka.
"I know, hmmmhhh, ya udah resiko sih. I could understand kok, but do not comment about my smoking ok ?" kata Irene sambil tersenyum nakal.
"Hahaha, iya deh. OK OK, kita even. Dasar kamu emang paling pinter ngebela diri" kata Raka sembari tertawa.
"Jadi damai nih?" tanya Irene lagi.
"OK, gencatan senjata" jawab Raka sambil menggamit bahu Irene. Mereka pun beranjak pergi meninggalkan lobby stasiun.
Bagaimanapun Raka sering gak habis pikir. Mereka berdua yang boleh dibilang mempunyai dua dunia yang berbeda, tapi kok sejauh ini bisa mempertahankan relationship mereka.
"Eh..., kok kayak dejavu ya?" kata Raka tiba-tiba.
"Hah, ya iyalah. Perasaan tiap kita ketemu sehabis kamu pulang, selalu ini yang dibahas."
"O iya ya, hehehe. Iya bener juga"
"Dasar udah pikun" ejek Irene. Raka pun hanya tertawa mendengar itu.
.......
"Eh" kata Raka tiba-tiba.
"Ya?"
"Nggak, kalo aku pikir-pikir kok kita masih bisa bertahan ya?"
"Maksudnya ?"
"Our relationship, setelah sekian lama .."
"Dua tahun 7 bulan tepatnya" sambung Irene datar.
"Buset, hapal bener"
"Biasa aja tuh"
"Emang udah lama ya? ...
Dengan pergaulan dan gayamu yang seperti itu, pergaulan dan gayaku yang seperti ini, heran kita masih bertahan"
"Juga sifatmu yang seperti itu, dan sifatku yang seperti ini" timpal Irene.
"Hahaha, iya ya? Lalu apa donk. Cinta kali ya?"
"Hahahaha, cinta? Tau deh."
"Komunikasi?"
"Lu jarang kasi kabar. Coreettt!"
"Hmm, komitmen?"
"Komitmen? Ngggg, kayaknya bukan deh. Komitmen doank belum cukup."
"Apa donk kalo gitu?"
"Freedom" jawab Irene pendek.
"Hah? Freedom? Kok jadi inget film Braveheart ya?" canda Raka.
"Yap, freedom. Menurutku sih itu yang bikin aku betah ama kamu" jawab Irene sedikit serius. Tumben.
.....
"Mungkin benar juga ya? Aku merasa bebas kalo bersama kamu" timpal Raka.
"Ya, aku juga sih. And you know lah, aku suka kebebasan. That's something that I found in you .."
...
"Meski pertama suka bingung juga sih, kadang kamu tu berkesan terlalu cuek. Terlalu ngebebasin aku. Untung kamu orang yang mau belajar juga, at least sudah bisa dikit-dikit caring. Hehehe. For that I must thank you." lanjut Irene sambil menatap Raka.
"You're welcome. Aku seneng juga ketemu orang yang sepaham."
"Haha, pecinta kebebasan"
"Dan keterbukaan" timpal Raka.
"Ya, that's we are" sahut Irene mengakhiri pembicaraan singkat itu. Tak terasa mereka sudah berada di pelataran parkir. "OK, put your bag in the back. Kita makan dulu ya? Laper nih, belum sarapan" kata Irene lagi.
"Setuju, me too."
Disadur bebas sekali dari sekelumit perbincangan dengan sahabatku. Terilhami juga dari sepasang insan teman seperjalanan di bis, suatu malam menuju Depok
No comments:
Post a Comment