Sunday, August 14, 2005

A Friend's Wedding

"Will you come at his wedding today?" tanyaku pada tetangga kantorku (Hi neighbor ^^).
"Ya, sure, when will you go?"
"At 12?"
"OK"

...

Yap, hari Sabtu kemarin seorang rekan kantor kami menikah. Percakapan kecil tersebut terjadi pada pagi harinya. Perbincangan yang semula hanya sekedar membicarakan siapa saja dan kapan akan berangkat berkembang menjadi bincang-bincang yang semakin hangat hingga mengarah cukup serius. Apakah pernikahan itu perlu? Pertanyaan inilah yang kemudian menjadi perbincangan yang cukup serius diantara kami.

Dalam dunia timur, bila anda berusia menjelang 30 dan belum menikah, terutama bagi wanita, maka anda harus bersiap-siap bertemu dengan sejuta pertanyaan dari keluarga, teman dan masyarakat. Pertanyaan yang berintikan kenapa masih single. Bagi anda yang di kota besar mungkin orang sudah tidak terlalu peduli lagi. Akan tetapi di banyak daerah di Indonesia kepala 3 dan masih lajang adalah hal yang patut dipergunjingkan.

Apakah menikah itu suatu obligasi, suatu keharusan? Sepertinya pandangan masyarakat secara umum di Indonesia masih menganggap menikah itu adalah suatu keharusan, sehingga bila kita melajang saat usia kepala 3 tentunya hal ini menjadi beban tersendiri bagi kita.

"Kok kamu tiba-tiba memutuskan untuk menikah?"
"Aku kan memang harus menikah, sudah waktunya"
"..."

Sekilas percakapan seperti ini semakin sering kita jumpai di antara mungkin rekan kerja kita, teman ataupun saudara kita. Suatu hal yang semakin menguatkan pendapat kami bahwa masih banyak yang menganggap bahwa pernikahan adalah suatu obligasi. Hal ini akan berbahaya ketika beban dan tekanan akibat melajang menjadi lebih besar daripada pertimbangan seseorang. Tentunya akan mengkuatirkan bila orang memutuskan untuk menikah karena suatu keharusan dan bukan karena pertimbangan yang masak (atau cinta mungkin ..?). Sehingga berakibat ketidakbahagiaan pada akhirnya.

"Someday you will feel that you want to get married, you'll know it" ungkap seorang teman lain.

Tidak bermaksud menaifkan bahwa banyak orang yang tentunya menikah juga atas dasar pertimbangan yang masak (dan cinta mungkin ..?), seperti ungkapan seorang rekan tersebut. Akan tetapi pernikahan dengan dasar yang kuat adalah mutlak perlu. Pernikahan yang dilakukan bukan atas dasar keterpaksaan. Baik keterpaksaan maupun tekanan keluarga, rekan, ataupun diri kita sendiri.

"Pernah nonton film Bachelor gak?"
"Yap, lucu emang film nya"
"Yang menarik itu penggambaran apa pandangan pria tentang pernikahan ..."

Bagi anda yang belum menonton film Bachelor (atau mungkin sudah lupa), dalam film tersebut digambarkan saat sang tokoh utama pria mendengar kata pernikahan dalam otaknya terbayang puluhan mustang (kuda liar) berlarian dengan gembira, dan tiba-tiba ada sebuah tali laso melayang dan seekor kuda pun terjatuh karena terjerat laso tersebut.

Dalam film tersebut sang tokoh utama pria merasa bahwa pernikahan adalah suatu hal yang mengikat, suatu keterpaksaan. Akan tetapi di akhir film akhirnya tokoh tersebut menemukan alasan kenapa dia harus menikah. Bukan alasan lebih tepatnya tapi dia menemukan bahwa dirinya ingin menikah dengan wanita yang dicintainya tersebut.




Kami akhirnya berangkat dalam dua rombongan untuk menghadiri pernikahan rekan kami tersebut. Pernikahan yang cukup meriah, apalagi bagi kami yang belum pernah melihat pernikahan dalam adat tersebut, cukup menarik. Dan ...

"Why do people have to get married?" kata seorang rekan kami tiba-tiba.
"Hmm, yea I can not see why" sahut seorang rekan yang lain.
... bla bla ...

"arrrgggggggghhhhh, not again" batinku. Dan terpaksa aku pun kembali mendengar dan terlibat dalam percakapan tersebut. (hey, yap, aku terlibat, jadi aku menikmati percakapan itu juga ternyata ^^ )

note: sorry gambarnya gak jelas, karena gak ada image editor yg bagus, jadi hanya pake MS Paint, pecah saat dikecilin

No comments: