Sunday, July 03, 2005
Awal Sebuah Perjalanan
Semilir udara pagi terasa sejuk mengalir di kedua belah sayapku. Kusapa mentari yang mulai malu-malu menyinarkan cahayanya.
"Hai sang surya, bagaimana dengan istirahatmu tadi malam?"
"Istirahat? Ah sahabatku, aku tidak mengenal kata istirahat. Bila aku beristirahat kehidupan akan berhenti di bumi. Mungkin suatu hari nanti aku bakal beristirahat, tapi tidak sekarang" ujar mentari lembut.
"O begitukah?" sahutku, sejujurnya aku tidak mengerti apa yang dikatakannya.
"Sudahlah sahabatku, tidak usah dipikirkan" katanya sambil tersenyum lembut, mengerti dengan kebingunganku.
"Maafkan aku, aku memang tidak paham dengan ucapanmu. Yang aku tahu tanpa dirimu pohon-pohon tidak dapat tumbuh, bunga-bunga tidak akan mekar, buah pun tidak akan ada. Dan aku tidak dapat makan. Aku mengerti tanpa dirimu, kami tiada."
"Hmm, bagus, rupanya sahabatku ini seorang pemikir juga" sahut mentari dengan senyumnya.
"Tidak, aku hanya melihat apa yang terjadi di sekitarku saja" jawabku.
"Ya, bagus untukmu" sahut mentari lagi.
"Tapi aku tidak mengerti kenapa engkau bilang tidak pernah beristirahat. Benarkah itu? Aku rasa setiap makhluk pasti membutuhkan istirahat"
"Haha, rupanya rasa ingin tahumu besar juga. Hmm, anggap saja waktu istirahatku masih amat sangat lama. Waktuku berbeda dengan dirimu sahabat" jawabnya tetap penuh teka-teki.
"Ya, aku tetap tidak paham, tapi aku juga sedang tidak ingin banyak berpikir, sudahlah. Aku hanya ingin menikmati suasana pagi ini" jawabku. Pagi ini memang aku tidak ingin sudah harus banyak berpikir, aku hanya ingin menikmati suasana saja.
"Bagus untukmu" katanya sambil tersenyum. "Banyak makhluk yang selalu berpikir sepanjang hidupnya, tapi tidak pernah berhenti sejenak saja untuk merasakan dan menikmati keajaiban yang ada di sekitarnya. Ambil dan gunakan waktumu, karena bila tidak dia akan lewat begitu saja"
"Mendengar bicaramu, engkaulah yang pemikir, bukan aku" kataku sambil tersenyum.
"Hahaha, benar-benar. Sudahlah, aku tidak akan mengganggumu lagi sahabat. Teruskan perjalananmu. Kemanakah engkau akan pergi?"
"Aku akan terbang ke barat, kudengar ada kawanan yang akan terbang ke selatan. Mungkin aku bisa bergabung"
"Engkau hendak pergi? Tidakkah engkau memiliki kehidupan yang cukup nyaman di sini sahabatku?"
"Benar, engkau benar. Di sini aku sudah cukup nyaman. Aku mempunyai banyak . Daerah ini juga sudah aku kenal dengan baik. Mencari makanpun aku tidak berkesusahan. Tapi aku merasa ada yang kurang. Dan aku ingin pergi ke tempat lain, menemukan apa yang kurang dari diriku ini"
"Begitu. Tidak banyak yang seperti engkau sahabat. Baiklah, bila itu yang menjadi kata hatimu, ikutilah sahabatku. Aku ada di atas sini melihatmu, dan kuharap engkau mendapatkannya" katanya tersenyum.
Lagi-lagi aku merasakan teka-teki di balik senyumnya. Tapi sudahlah, dia memang selalu begitu. Mungkin juga benar apa yang dibilangnya, bahwa waktunya berbeda dengan diriku. Tiada satu makhluk pun yang tahu berapa umurnya sebenarnya. Ketika ditanya dia hanya akan tersenyum, dan berkata lebih dari yang dapat kalian bayangkan. Jadi bila memang dia sudah ada begitu lama, mungkin dia sudah memiliki kebijakan yang lebih dari kami semua. Begitulah, selalu misterius. Lebih misterius daripada sang rembulan di malam hari.
"Baiklah, selamat jalan sang surya" kataku."Selamat jalan juga sahabatku" katanya sambil berlalu.
Sekilas masih kudengar rumpun pepohonan di kejauhan mengucapkan salamnya kepada mentari pagi. Kukepakkan sayapku sedikit lebih kuat, dan akupun berlalu.
Cerita ini baru dimulai, kita akan kembali melihat perjalanan sang 'aku' berikutnya ...
Labels:
Free Writing
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
Hmmm..kapan nih kelanjutan kisah perjalanan "aku" ?
hey...
how are you in NAD?
happy eh? :)
Halo, secepatnya nih ^^, tapi rehat dulu, lagi banyak kerjaan.
To: sepatumerah
Jelas donkz, hehe. Meski birokrasinya rada @$$%^%$#, tapi lebih enjoy ^^
Post a Comment